27/07/2024

Keluarga Perca Ingin Kesetaraan Hak Sipil Dalam Hal Kesehatan

 Keluarga Perca Ingin Kesetaraan Hak Sipil Dalam Hal Kesehatan

Asosiasi Perkawinan Campur (Perca) mengadakan webinar Sosialisasi BPJS Kesehatan Bagi Keluarga Perkawinan Campur (Perca) pada Kamis (24/2/2022). Keluarga perkawinan campur adalah keluarga yang terbentuk dari pasangan antarbangsa dan kewarganegaraan.

 

Ketua Perca Indonesia Analia Trisna mengatakan, visi Perca adalah menuju kesetaraan hak sipil, hak konstitusional WNI terutama dalam hal kesehatan, sehingga sosialisasi tentang BPJS Kesehatan ini sangat penting bagi kehidupan Keluarga Perca apalagi di masa pandemi.

 

Baca Juga :  Kelompok Penyandang Disabilitas Serukan Kesetaraan Hak di G20

 

Ia berharap, hal – hal yang menjadi kendala bagi keluarga Perca bisa menemukan solusi, mendapatkan pernyataan – pernyataan aturan – aturan yang bisa menjadi bekal bagi keluarga Perca yang ada di seluruh Indonesia. “Dan member – member Perca bisa mendapat pelayanan yang sama,” ungkapnya.

 

Mengingat adanya Inpres nomor 1 tahun 2022 yang mulai berlaku per 1 Maret, maka sosialisasi ini menjadi sangat penting. Kartu JKN KIS yang nantinya akan menjadi kartu sakti karena sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan publik, harus disosialisasikan lebih matang lagi kepada masyarakat terutama bagi keluarga Perca.

 

Baca Juga :  Warga Jembrana Tewas di Dasar Sumur 

Sementara, salah satu hal penting yang disampaikan Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf dalam webinar tersebut adalah terkait Inpres 1 2022, BPJS Kesehatan mesti bermitra dengan  30 Kementerian/Lembaga, pimpinan daerah untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya masing – masing dalam hal kemudahana mengakses pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

 

“Dengan Inpres nomor 1 /2022 menegaskan bahwa Presiden memerintahkan 30 kementerian lembaga mendorong kepesertaan JKN KIS, termasuk Perca yang aware terhadap JKN KIS,” ujarnya.

 

Menurutnya, aturan yang dikeluarkan di tengah pandemi ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, rencana ini sudah dibicarakan sebelum pandemi. Yang paling penting dari kebijakan ini menurutnya adalah mendorong peningkatan kepesertaan. Dari 96,8 juta kuota pemerintah untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI), baru 86 juta yang memiliki JKN KIS.

 

“Hal utama dari kebijakan ini adalah ketika oranh tidak mampu atau masyarakat berpenghasilan rendah tidak mengalami masalah membiayai hidupnya namun ketika mengakses pelayanan kesehatan, mereka tidak bisa,” ungkapnya.

 

Sementara adanya persyaratan kepesertaan BPJS Kesehatan ketika membeli properti adalah salah sat6 dari 60 layanan ATR/BPN yang diperbolehkan terintegrasi dengan BPJS Kesehatan. “Jadi untuj jual beli peralihan properti, untuk pembelinya ditanyain dulu punya kartu BPJS Kesehatan engga,” jelasnya.

 

Sebelum pandemi, pembayaran klaim BPJS Kesehatan dalam 1 tahun mencapai Rp 110 triliun. Sedangkan selam pandemi terjadi penurunan pemanfaatan kartu JKN KIS oleh masyarakat dan juga pembayaran iuran BPJS Kesehatan sehingga berpengaruh pada pendapatan BPJS Kesehatan. “Meski demikian, kondiai BPJS Kesehatan saat ini sangat baik,” tukasnya.