27/07/2024

Tak Bisa Sembarangan, Ketahui Prosedur Penarikan Agunan Oleh Debt Collector

 Tak Bisa Sembarangan, Ketahui Prosedur Penarikan Agunan Oleh Debt Collector

Sarah Vanessa Bona

Beberapa waktu yang lalu masyarakat dikejutkan dengan adanya berita pengeroyokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh empat orang debt collector dari PT BMMS. Peristiwa tersebut terjadi bermula dari empat tersangka mendatangi rumah Ketut Widiada di daerah Kuta, dengan tujuan untuk menarik motor yang menunggak angsuran kredit.

 

Karena tidak ada titik temu, mereka lalu sepakat menyelesaikan persoalan ke kantor PT BMMS dan Widiada turut serta mengajak korban Budiarsana. Namun Setibanya di kantor PT BMMS, persoalan tetap tidak selesai dan malah terjadi keributan yang berujung pengeroyokan dan pembunuhan oleh para debt collector tersebut.

Baca Juga :  Mulai dari Bom Bali Hingga Pandemi, Kuta Tetap Jadi Destinasi

Peristiwa ini menjadi pelajaran penting untuk masyarakat dan pelaku usaha keuangan untuk mematuhi aturan hukum yang berlaku. Buat kamu yang belum paham tentang prosedur penarikan agunan, simak penjelasan Legal Consultant Sarah Vanesa Naibaho, SH berikut ini.

 

Kamu perlu tahu bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai penagih utang atau debt collector ini di Indonesia.  Debt collector pada prinsipnya bekerja atau menyediakan jasa berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur untuk menagih utang kepada debiturnya. Perjanjian pemberian kuasa tersebut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Baca Juga :  Gasblock, Ikon Terkini Desa Energi di Balkondes PGN Karangrejo

Namun, khusus di bidang perbankan, memang ada peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pihak bank untuk menggunakan jasa pihak lain untuk menagih utang. Beberapa peraturan hukum yang mengatur mengenai jasa tersebut adalah

  1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana yang telah diubah oleh Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
  2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP Tanggal 13 April 2009 Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu sebagaimana yang telah diubah oleh:
  3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP Tanggal 7 Juni 2012 Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu(“SEBI 2012”)

Pada intinya peraturan-peraturan hukum tersebut mengatur bahwa dalam melakukan penagihan utang, kreditur wajib mematuhi pokok-pokok etika penagihan utang dan kreditur wajib menjamin bahwa penagihan utang, baik yang dilakukan oleh kreditur atau menggunakan jasa penagihan (debt collector), dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Nah jika kreditur dalam hal ini perusahaan pembiayaan menggunakan jasa debt collector, kamu perlu tahu beberapa etika yang harus dimiliki oleh debt collector yang melakukan penagihan.

  1. Debt collectormemiliki identitas dari kreditur yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan.
  2. Penagihan tidak dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan atau tindakan yang bersifat mempermalukan debitur.
  3. Penagihan tidak dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal.
  4. Penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain debitur.
  5. Penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu.
  6. Penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili debitur.
  7. Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat debitur.
  8. Penagihan di luar tempat dan/atau waktu tersebut di atas, hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan debitur terlebih dahulu.

Dengan demikian, penagih utang (debt collector) tidak dapat begitu saja melakukan penyitaan atas harta benda yang dimiliki oleh debitur. Jika debt collector tersebut tetap menyita atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitor secara melawan hukum, maka debitur dapat melaporkan debt collector tersebut ke polisi.

Perbuatan-perbuatan debt collector yang melawan hukum antara lain:

  1. Penganiayaan, diatur dalam Pasal 351 KUHP dengan sanksi pidananya mulai yang ringan adalah penjara maksimum dua tahun delapan bulan dan Pidana penjara maksimum 7 tahun.
  2. Penganiayaan ringan dan penganiayaan berat yang menyebabkan matinya orang lain diatur dalam Pasal 354 KUHP. Sanksi pidananya adalah pidana maksimum maksimal 10 tahun.
  3. Perbuatan tidak menyenangkan diatur dalam pasal 335 KUHP dengan sanksi pidananya adalah penjara maksimum 1 tahun.
  4. Pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP, sanksi pidananya bermacam-macam mulai dari pidana penjara 9 tahun, 12 tahun, 15 tahun, sampai dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu maksimum 20 tahun.
  5. Pemerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 9 tahun.
  6. Pengancaman diatur dalam Pasal 369 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 4 tahun.
  7. Pengancaman dimuka umum yang dilakukan bersama diatur dalam Pasal 336 KUHP, sanksi pidananya adalah pidana penjara maksimum 5 tahun.
  8. Pengeroyokan atau Penyerangan dengan tenaga bersama terhadap orang atau barang diatur dalam Pasal 170 KUHP, sanksi pidannya adalah pidana penjara maksimum 12 tahun.
  9. Ikut membantu/Turut serta dalam penyerangan atau perkelahian diatur dalam Pasal 358 KUHP, sanksi pidannya adalah pidana penjara maksimum 4 tahun.

Kamu juga harus diingat, bahwa penyelesaian utang hanya dapat diselesaikan melalui proses di pengadilan. Hal tersebut dikarenakan masalah utang piutang antara kreditur dan debitur termasuk suatu peristiwa perdata, dalam hal ini biasa disebut sebagai perbuatan wanprestasi, karena pihak debitur tidak menepati ketentuan yang telah diperjanjian, antara kreditur dan debitur, sehingga terjadilah kemacetan atau keterlambatan pembayaran utang tersebut.

Solusinya adalah pihak kreditur menggugat pihak debitur ke pengadilan karena pada prinsipnya, penyitaan barang-barang milik debitur yang wanprestasi hanya bisa dilakukan atas dasar putusan pengadilan.  Meskipun debt collector telah mendapat kuasa dari kreditur untuk menagih utang, debt collector tidak boleh menyita paksa barang-barang milik debitur apalagi melakukan pengancaman dan penyerangan kepada debitur.

Dipandang dari sisi moral hazard, Sarah menilai solusi untuk mengendalikan moral hazard yaitu, berupa pengendalian atau meminimalisir risiko yang akan terjadi. Semakin tinggi rintangan atua penghalang untuk melakukan moral hazard, maka semakin rendah frekuensi moral hazard terjadi.

Dalam hal ini keadaan yang memaksa masyarakat melakukan perbuatan – perbuatan moral hazard atau kriminalitas dengan alasan ekonomi karena dilatarbelakangi kebijakan Pemerintah yang dianggap kurang sesuai dengan keadaan atausituasi masyarakat akibat pandemi.

Sehingga pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menyadarkan moral secara efektif dan perilaku moral hazard dapat ditekan serta tidak merugikan masyarakat luas.

Pemerintah harus membuat sebuah kebijakan dengan peraturan-peraturan yang mengikuti keadaan pandemi dikarenakan proses pandemi di suatu wilayah sangatlah dinamis (terus mengalami perubahan) sehingga peraturan yang dibuat juga harus dapat menjawab kedinamisan tersebut.tta

Untuk kamu yang mengalami masalah hukum atau berkonsultasi tentang hukum, kamu bisa klik link ini untuk berkomunikasi langsung dengan Legal Consultant https://linktr.ee/LegalConsultation