27/07/2024

Reformasi Perpajakan Jangan Sampai Salah Kaprah, Dirjen DJP Tegaskan Ini ke Media!

 Reformasi Perpajakan Jangan Sampai Salah Kaprah, Dirjen DJP Tegaskan Ini ke Media!

Dirjen Pajak Suryo menjelaskan Reformasi Perpajakan kepada awak media, Selasa (10/1/2023)/ist

Jangan sampai salah kaprah soal reformasi perpajakan. Maka atas isu yang beredar selama ini tentang perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan media briefing untuk memberikan informasi perpajakan terkini kepada awak media.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dengan didampingi jajarannya, Selasa (10/1/2023) menyampaikan kembali pilar- pilar reformasi perpajakan, yakni pilar organisasi, SDM, IT dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan. Ia menyampaikan tujuan penambahan penjelasan atas beberapa isu yang kemarin beredar di publik secara umum agar terjadi kesamaan persepsi kebijakan perpajakan.

Baca Juga :  Pabrik Danone- Aqua, Mambal Lebih Ramah Lingkungan dengan PLTS Atap

Melalui perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam koridor reformasi perpajakan tersebut, salah satu hasil dari keberhasilan tersebut tercermin pada keberhasilan DJP mencapai target penerimaan pajak dua tahun terakhir.

Pada pilar peraturan perundang-undangan, perbaikan regulasi telah dilakukan dengan terbitnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Untuk mengelaborasi undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menerbitkan satu peraturan pemerintah (PP) di bidang Pajak Penghasilan (PPh), satu di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dan dua di bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yakni, PP-55/2022, PP-50/2022, PP-44/2022, dan PP-49/2022.

Dirjen Pajak Suryo menjelaskan Reformasi Perpajakan kepada awak media, Selasa (10/1/2023)/ist

“Saya perlu tekankan bahwa pengaturan dalam keempat peraturan pemerintah ini bukanlah pengaturan baru melainkan pelaksanaan atau elaborasi dari UU HPP sehingga tidak lepas dari UU HPP,” kata Suryo. Terkait ketentuan perlakuan PPh atas natura/kenikmatan, Dirjen Pajak menegaskan bahwa mekanisme natura/kenikmatan yang diatur dalam UU HPP dan PP-55/2022, yakni menjadi dapat dibebankan dan menjadi objek PPh (taxable and deductible) bertujuan meningkatkan keadilan dan lebih tepat sasaran.

Baca Juga :  Tak Boleh Ada Alat Bayar Lain Selain Rupiah di Indonesia

Suryo menjamin mekanisme ini tidak akan mengganggu pekerja yang selama ini mendapat fasilitas yang menunjang pekerjaannya. Saat ini DJP sedang menyusun rancangan peraturan menteri keuangan untuk mengatur lebih lanjut natura/kenikmatan yang dikecualikan dari pengenaan PPh.

Rencana natura/kenikmatan yang akan dikecualikan antara lain, bingkisan dengan batasan tertentu, peralatan dan fasilitas kerja seperti laptop dan ponsel, fasilitas kendaraan yang diterima oleh selain pegawai jabatan manajerial, fasilitas pelayanan kesehatan, dan lain-lain.

Selanjutnya, disampaikan pula rencana simplifikasi pengaturan atas penghitungan PPh pasal 21. Nantinya, mekanisme penghitungan PPh pasal 21 yang selama ini dirasa membingungkan karena memiliki kurang lebih 400 skenario penghasilan, diubah menggunakan skema tarif efektif (TER).

Tarif efektif ini akan tersedia dalam tiga tabel tarif yang sudah memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi setiap jenis status PTKP. Skema ini akan memudahkan penghitungan karena wajib pajak tinggal mengalikan tarif efektif tersebut dengan penghasilan bruto setiap masa pajaknya.

Informasi berikutnya yang disampaikan Suryo adalag terkait Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sampai dengan 8 Januari 2023 dinyatakan sudah ada 53 juta NIK terintegrasi dengan NPWP dari total 69 juta NIK. Dirjen Pajak mengimbau wajib pajak orang pribadi dalam negeri segera melakukan pemadanan NIK sebagai NPWP melalui portal djponline www.pajak.go.id agar manfaat integrasibdapat segera dirasakan.

Selain itu, Dirjen juga menyampaikan realisasi SPT Tahunan tahun pajak 2022. Mulai 1 Januari 2023 sampai dengan hari ini, pukul 08.05 WIB, DJP sudah menerima 194.122 SPT Tahunan orang pribadi dan 9.416 SPT Tahunan badan. “Untuk SPT Tahunan 2022 sendiri, selama tahun 2022, SPT yang disampaikan ke DJP ada 17,20 juta SPT, meningkat dari SPT Tahunan 2021 yang sebanyak 16,46 juta SPT,” pungkas Suryo.