OJK Tegaskan Bank Dapatkan Berikan Kredit Baru Bagi Debitur Restrukturisasi
Badung – Selama masa pandemi Covid 19, pelaku usaha di Bali khususnya pelaku usaha pariwisata kesulitan dalam mengakses kredit baru ketika akan memulai kembali usahanya.
Namun perbankan di Bali seolah enggan menyalurkan kredit ke sektor pariwisata dengan alasan kemampuan bayar, prospek usaha dan ketepatan membayar. Alhasil, banyak pelaku usaha di Bali yang notabene 80% berkaitan dengan pariwisata tak dapat memulai bisnisnya kembali. Padahal rencananya, Bali akan dibuka Juni – Juli 2021.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Jumat (9/4/2021) di Badung menegaskan, pada kebijakan stimulus lanjutan POJK No. 48/POJK.03/2020, OJK telah menerbitkan surat No. S-19/D.03/2021 tertanggal 29 Maret 2021 untuk memberikan penjelasan dan penegasan kepada Perbankan agar dapat meningkatkan implementasi POJK tersebut.
Pokok-pokok penjelasan dan penegasan yaitu, penilaian kualitas kredit restrukturisasi Covid-19 dengan plafon kurang dari Rp 10 miliar dapat hanya didasarkan pada 1 pilar yaitu ketepatan membayar pokok dan/atau bunga hingga 31 Maret 2022.
Kualitas kredit yang terdampak Covid-19 ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi selama masa masa berlakunya POJK 48, sampai dengan 31 Maret 2022.
Bank dapat memberikan tambahan kredit baru kepada debitur restrukturisasi Covid-19 dengan penetapan atau pencatatan kualitas kredit yang dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit sebelumnya namun tidak berlaku prinsip uniform classification.
Jangka waktu restrukturisasi kredit Covid-19 diserahkan kepada manajemen risiko masing-masing bank dan diperbolehkan kurang atau melewati jangka waktu relaksasi yaitu 31 Maret 2022. Jika restrukturisasi kredit Covid-19 melewati tanggal 31 Maret 2022, maka kualitas kredit debitur hanya dapat ditetapkan lancar sampai tanggal tersebut dan setelah tanggal tersebut mengacu pada POJK Kualitas Aset.
Seluruh kredit restrukturisasi Covid-19 dilaporkan dengan menambahkan keterangan “COVID19” sampai dengan kredit lunas, meskipun melewati 31 Maret 2022 yang ditujukan untuk memantau perkembangan kredit restrukturisasi Covid-19. Kredit restrukturisasi Covid-19 juga dapat dikecualikan dari perhitungan aset kredit berkualitas rendah (Loan at Risk/LaR) dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank.
Bank dapat menghapus keterangan “COVID19” dalam pelaporan dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain asesmen bank dapat memastikan debitur telah mengatasi permasalahan jangka pendek, serta historikal data debitur tersedia lengkap dan konsisten untuk mengantisipasi pemeriksaan terkait program PEN.
Ke depan, OJK akan terus menjalankan kebijakan untuk meredam volatilitas di pasar modal serta melanjutkan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan serta senantiasa bersinergi dengan kebijakan Pemerintah dan memperluas akses pembiayaan kepada UMKM melalui digitalisasi dalam sebuah ekosistem.
Kredit UMKM mulai mengalami pertumbuhan dampak positif dari stimulus pemerintah untuk UMKM, yang terdiri dari pertambahan KUR maupun subsidi bunga. Namun demikian, kredit segmen menengah (Rp500 juta sampai dengan Rp25 miliar) masih belum tersentuh stimulus. Untuk itu, OJK mengusulkan Program Kredit untuk Usaha Menengah yang bersifat sementara juga mendapatkan skema subsidi bunga maupun penjaminan Pemerintah.
“OJK mendorong Himbara berbicara dengan Lembaga Penjaminan menetapkan kriteria bersama untuk mempercepat proses penjaminan kredit,” kata Wimboh.
Wimboh juga optimistis pada 2021 pemulihan ekonomi akan berjalan lebih cepat dengan berbagai sinergi kebijakan stimulus yang dikeluarkan Kemenkeu dan Bank Indonesia antara lain dengan mendorong sektor UMKM termasuk sektor pariwisata.tta