Kredit Bermasalah di Bali Naik
Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mencatat kredit bermasalah di Bali naik. Kredit bermasalah perbankan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara dengan Non Performing Loan (NPL) gross pada Agustus 2025 sebesar 3,12 persen, naik dari 2,95 persen pada Agustus 2024, meski dibandingkan Juli 2025, melandai dari posisi 3,15 persen.
Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu menyatakan kinerja Industri Jasa Keuangan (IJK) di wilayah Bali dan Nusa Tenggara posisi Agustus 2025 tetap resilien dan terjaga stabil tercermin dari fungsi intermediasi berjalan baik, serta likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai.
Kinerja intermediasi perbankan (Bank Umum dan BPR) di wilayah Bali dan Nusa Tenggara posisi Agustus 2025 menunjukkan daya tahan yang solid. Penyaluran kredit maupun penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan dari periode sebelumnya. Penyaluran kredit mencapai Rp241,52 triliun atau tumbuh 6,89 persen yoy, sedikit melandai dibandingkan Agustus 2024 yang sebesar 8,30 persen yoy (Juli 2025: 7,61 persen yoy).


Berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 57,84 persen kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada kredit produktif, yaitu 32,65 persen dalam bentuk modal kerja dan 25,19 persen dalam bentuk investasi.
Pertumbuhan kredit yoy didorong oleh peningkatan nominal kredit investasi yang bertambah sebesar Rp13,01 triliun atau tumbuh 27,22 persen yoy lebih tinggi dibandingkan Agustus 2024 yang tumbuh sebesar 21,44 persen yoy (Juli 2025: 32,37 persen yoy). Tingginya pertumbuhan kredit investasi ini menggambarkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap prospek kondisi ekonomi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.
Berdasarkan sektornya, penyaluran kredit perbankan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara didominasi oleh Sektor Bukan Lapangan Usaha dengan market share sebesar 42,16 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 23,53 persen.
Peningkatan nominal kredit di Provinsi Bali utamanya disumbangkan oleh Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah sebesar Rp1,92 triliun (tumbuh 5,13 persen yoy). Sementara itu, di Provinsi NTB, peningkatan nominal kredit terbesar berasal dari Sektor Pertambangan dan Penggalian yang bertambah sebesar Rp4,63 triliun (tumbuh 37,37 persen yoy). Sedangkan di Provinsi NTT, peningkatan nominal kredit terbesar berasal dari oleh Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah sebesar Rp1,73 triliun (tumbuh 6,53 persen yoy).
Berdasarkan kategori debitur, sebesar 41,61 persen kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan pertumbuhan sebesar 1,10 persen yoy, sedikit melandai dibandingkan Juli 2025 yang tumbuh sebesar 1,18 persen yoy.
Tingginya porsi penyaluran kredit perbankan kepada UMKM menunjukkan keberpihakan bank untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Seiring dengan pertumbuhan penyaluran kredit, penghimpunan DPK juga mengalami pertumbuhan positif. Penghimpunan DPK posisi Agustus 2025 mencapai Rp297,25 triliun atau tumbuh 7,88 persen yoy, melandai dibandingkan posisi Agustus 2024 yang sebesar 13,84 persen yoy (Juli 2025: 8,62 persen yoy). Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK dibandingkan Agustus 2024 ditopang oleh kenaikan nominal tabungan sebesar Rp11,58 triliun dan deposito sebesar Rp8,97 triliun.
Fungsi intermediasi yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) posisi Agustus 2025 sebesar 81,25 persen, sedikit melandai dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 82,01 persen (Juli 2025: 81,66 persen).
Ketahanan likuiditas dan permodalan perbankan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara juga tetap kuat tercermin dari Cash Ratio (CR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio CR BPR di Bali sebesar 14,83 persen, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 20,41 persen, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 7,49 persen. Sementara itu, CAR BPR di Bali sebesar 31,68 persen, NTB sebesar 46,38 persen, dan NTT sebesar 43,03 persen.
Tingginya permodalan perbankan diyakini mampu menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat untuk mengantisipasi ketidakpastian global. OJK akan terus mendorong kinerja intermediasi perbankan dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan kredit dan terjaganya likuiditas.