27/07/2024

Bila Peran “Biro Perjalanan Wisata Sebagai Penghasil Devisa NegaraTerlupakan” (3)

 Bila Peran “Biro Perjalanan Wisata  Sebagai Penghasil Devisa NegaraTerlupakan”  (3)

Bila Peran “Biro Perjalanan Wisata Sebagai Penghasil Devisa NegaraTerlupakan” (3)

Oleh: Paul Edmundus Talo

Direktur Jenderal Pariwisata kemudian diganti oleh Ahmad Tirto Sudiro. Pada masa kepemimpinannya, diadakan Asean Travel Forum pertama di Genting Highland-Malaysia pada Tahun 1981. Asean Travel Forum adalah pertemuan pejabat tinggi pariwisata dari negara-negara Asean. Di samping itu diadakan pertemuan dagang antara pengusaha travel biro dan industri lainnya seperti hotel dari negara-negara Asean dengan para Wholesalers dan Tour Operators dari seluruh dunia. Di sini adalah ajang saling bertukar informasi tentang keunggulan destinasi wisata, saling menjajaki kecocokan untuk menjadi rekan kerja dan waktu untuk membuat kontrak kerja sama. Kantor Direktorat Jenderal Pariwisata mengajak pimpinan travel biro dari seluruh Indonesia untuk mengikuti kegiatan itu. Yang hadir di Genting Highland, Malaysia adalah pimpinan travel biro, pimpinan hotel dari Jakarta, Yogyakarta, Bali, Makasar dan Medan. Tahun 1982 Dirjen Pariwisata Joop Ave menggantikan Ahmad Tirto Sudiro yang memasuki masa pensiun. Pada saat yang sama berlangsung kegiatan Pata Mart di Bangkok-Thailand, Joop Ave hadir. Di sana, Joop berpidato di depan para delegasi Indonesia, antara lain:”Saudara-saudara, saya ditugaskan Presiden untuk memimpin Direktorat Jenderal Pariwisata. Tugas saya bersama Saudara adalah untuk mendatangkan devisa bagi negara. Saya menggantungkan harapan pada Saudara-saudara, karena Saudara bertemu dan berbicara langsung dengan para Wholesalers dan Tour Operators dari negara-negara asal wisatawan. Merekalah yang nanti menjual destinasi kita dan produk tour saudara kepada calon turis di negaranya masing-masing. Setelah mereka menerima informasi dari Saudara tentang Indonesia, setelah mereka menerima paket wisata, harga kamar hotel-hotel dan lainnya dari Saudara, mereka akan menyampaikan kepada turis-turis di negara mereka. Mereka mempromosikan dan mengirim turis kepada Saudara. Para turis menikmati liburannya, saudara mendapatkan keuntungan, sedangkan negara mendapatkan devisa. Terima kasih Saudara, Pahlawan devisa”. Sejak itu Joop Ave selalu mengajak biro perjalanan wisata serta mendampingi mereka walaupun pimpinan biro perjalanan itu membayar sendiri seluruh biaya perjalanan termasuk biaya pendaftaran dan menyewa “booth, yaitu kantor sementara selama 3 hari” yang biayanya sangat tinggi. Biaya-biaya lain seperti membuat materi promosi, seperti booklet, leaflet, confidential tariff yang pada masa itu masih dalam bentuk buku yang berat sehingga harus membayar kelebihan barang pada perusahaan penerbangan yang dipakai, biaya perjalanan selama beberapa hari dan ada pula yang melakukan perjalanan dalam beberapa minggu dengan tujuan untuk mendapat agen

Baca Juga :  Hari Jadi Hotel Indonesia Group Ke-6, Meluncurkan Signature Menus by Chef Ragil

baru. Sejak itu para biro perjalanan wisata yang juga disebut Inbound Tour Operators selalu hadir pada setiap kegiatan Pata Mart yang dilakukan di negara-negara Asia dan negara-negara Pacific serta Asean Travel Mart yang dilakukan pada setiap tahun secara bergantian di antara negara-negara Asean. Di samping itu ada kegiatan ITB Berlin, WTM – London, Jata-Jepang, AFTA–Australia, BIT-Milan, ITIX dan Sea Trade di Amerika Serikat, Vacantiebeur di Belanda, BITE di Beijing-China, Matta Fair di China, Dubai Travel Fair dan kegiatan pasar wisata di negara-negara lain yang dianggap memiliki potensi mengirimkan turis ke Indonesia. Joop Ave tidak pernah merasa malu dan bosan mendatangi semua delegasi Indonesia, yang terdiri dari Inbound Tour Operator, Hotel dan pemerintah Provinsi atau kabupaten.

Baca Juga :  Tidak Akan Ada Pemeliharaan Jaringan Selama Nataru

Pada era kepemimpinan Joop Ave sebutan biro perjalanan umum diganti dengan biro perjalanan wisata. Pada Tahun 1987, Direktorat Jenderal Pariwisata di bawah pimpinan Joop Ave keluar dari Departemen Perhubungan dan masuk dalam jajaran Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi di bawah komando Ahmad Taher sebagai Menteri Parpostel. Pada tahun yang sama Menteri Parpostel mengeluarkan: SK KM-96/HK.103/MPPT-87 yang membagi 2 (dua) usaha perjalanan wisata: 1) Biro Perjalanan Wisata pasal 1 ad b yang berbunyi:” Biro Perjalananan Wisata adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan ke dalam negeri dan atau ke luar negeri.” Biro Perjalanan Wisata adalah terjemahan dari bahasa Inggris:”Tour Operator”.

2) Agen Perjalanan Wisata adalah badan usaha yang menjual paket wisata, tiket pesawat, tiket-tiket lainnya, dan voucher hotel. Agen perjalanan wisata adalah terjemahan dari bahasa Inggris (Travel Agent). Jenis usaha wisata ini tidak membuat paket wisata dan tidak menjalankan perjalanan wisata. Kemudian, dikeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan yang mana menetapkan pasal 9, ayat 1 berbunyi: Usaha jasa pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha: a. Jasa biro perjalanan wisata, lalu pasal 11 berbunyi: “Usaha jasa Biro Perjalanan Wisata merupakan usaha penyediaan jasa perencanaan dan atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan wisata.” Selanjutnya, Undang-Undang Pariwisata No. 10 Tahun 2009 pasal 13 menyebut usaha perjalanan.

Baca Juga :  Pelantikan DPD PUTRI Bali, Inda Trimafo Terpilih Kedua Kalinya

Walaupun kata-kata biro perjalanan wisata tidak tercantum dalam Undang-Undang Pariwisata Nomor 10 Tahun 2009, namun di dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 10 itu berbunyi:” “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan