27/07/2024

Tiga Tari Bali yang Hampir Punah, Berikut Kisahnya

 Tiga Tari Bali yang Hampir Punah, Berikut Kisahnya

Bali terkenal dengan budaya, tradisi dan seninya. Siapa sangka pulau dengan ragam seni tersebut juga memiliki tarian yang hampir punah dan tak pernah ditarikan lagi.

Dalam acara Bincang Budaya dengan tema “Menggaungkan Kembali Yang Punah” diselenggarakan oleh Indonesia Gaya, pada Sabtu (11/3/2023) di Masa Masa Restoran, dikupas kesenian di Bali yang hampir punah.

Indonesia Gaya adalah sebuah komunitas gerakan jaga negeri, sebagai upaya untuk mengangkat kembali budaya yang sudah tenggelam di Pulau Bali khususnya dan di negeri tercinta Indonesia pada umumnya. Indonesia Gaya merupakan gerakan yang diprakarsai oleh Gayatri Wibisono.

Baca Juga :  HUT ke-128, BRI Kanca Kuta Pertahankan Gelar Juara Voli 5 Kali Beruntun

Gerakan jaga negeri di bidang alam, budaya, kerajinan. Yang awalnya hanya pembinaan kerajinan di daerah di bidang kerajinan aksesoris rumah dan interior tahun 2010. Kemudian meluas ke gerakan jaga alam dan budaya karena bagaimanapun ketiga hal itu, alam, budaya dan kerajinan adalah 3 kekayaan negeri yang saling terkait yang harus dijaga.

Gayatri mengatakan, tujuan acara ini adalah bersama kita jaga negeri untuk saling mengingatkan terutama tertuju pada generasi muda agar tetap tahu cerita budaya sehingga tidak lupa akar .

Negeri ini memiliki budaya yang teramat banyak ragamnya. Bayangkan jika satu persatu budaya hilang, karena sudah tidak ada lagi yang mau membawakan bahkan tidak juga diingat atau diperhatikan lagi. Satu persatu budaya lupa untuk diceritakan, hingga akhirnya tenggelam.

”Banyak sekali kita dan orang daerah di daerah masing masing yang sudah tidak tahu ada tarian ini itu dan alat musik, motif, tulisan yang sudah tenggelam di mana dahulunya merupakan kekayaan budaya daerahnya,” ujarnya.

Bincang budaya yang di selenggarakan hari ini membahas tarian dan alat musik di Bali yang sudah punah, yang bahkan orang Balinya sendiri tidak tahu karena tidak pernah dibawakan lagi. Ini hanya beberapa dari banyaknya tarian dan alat musik yang sudah punah di Bali dari sekian banyaknya.

Baca Juga :  Bikin Virtual Meet Up Jadi Makin Seru #KenapaNggak

Tarian dan alat musik tersebut diantaranya, Tarian Rejang Pala, Gambuh Budakeling, Bala Ngarebeg, alat musik Preret dan Genggong.  Bala Ngarebeg adalah sebuah tarian cerita tentang prosesi ‘Ngarebeg’ yang dilakukan di berbagai daerah di Bali yang merupakan sebuah upacara yang tujuannya menetralisir atau membersihkan diri serta menyeimbangkan hubungan antar manusia, alam dan Sang Pencipta.

Namun tarian ini merupakan rekonstruksi karya gerakan-gerakannya di ambil dari gerakan yang sudah tidak pernah dibawakan lagi dalam sebuah tarian. Seperti gerakan Baris Melampan yang sudah ditelaah terlebih dahulu sebelum dijadikan sebuah tarian Bala Ngarebeg. Tarian Bebarisan dengan prosesi Ngarebeg sebuah upacara penetralisir di Bali yang dilakukan pada waktu-waktu dan tempat tertentu.

Tahun 2005, pertama kali  menyaksikan rejang ini sebagai rejange di Balang Tamak. Kadang-kadang masyarakat menyebutnya sebagai Rejang Balang Tamak, karena digelar setiapkali upacara di Pura Balang Tamak. Ketika itu, setiap kali rejang akan ditarikan, serati (petugas upakara) selalu kesulitan mencari pamundut yang hendak memakai serobong (hiasan kepala) rejang dan menarikannya.

Maka, sisa serobong yang tidak memperoleh pamundut ditempatkan dalam bodag (besek berukuran besar), disunggi mengitari palinggih di Pura Balang Tamak sebagai tanda bahwa rejang ini telah ditarikan.

Upaya rekonstruksi tentunya bukan sekedar menata ulang tariannya, tetapi ekosistem yang akan mendukung keberlangsungan rejang ini seharusnya juga mendapat perhatian. Tahun 2017, bersama tim dilakukan penelitian guna merunut mengapa Pura Balang Tamak memiliki rejang. Apa itu rejang, Apa itu Pura Balang Tamak, dan bagaimana posisinya dalam tata parahyangan Desa Nongan.

Uniknya, masyarakat Desa Nongan menyimpan kisah tentang rejang ini dalam cerita rakyat Pan Balang Tamak. Berdasarkan penelusuran tersebut, diketahui bahwa rejang Balang Tamak adalah Rejang Pala terkait dengan pelaksanaan Usaba Pala di Pura Balang Tamak.

Pura ini sering disebut puseh oleh penduduk sekitar, fungsinya sebagai ulun suwi subak abian (hulu subak tegal). Usaba Pala merupakan upacara wujud syukur masyarakat atas limpahan hasil panen subak abian berupa pala wija maupun pala gantung termasuk didalamnya aneka buah-buahan.

“Dahulu, setiap kali raja Klungkung (duagunge ring Klungkung) ke Pura Besakih, akan mampir di Desa Nongan untuk mendapatkan buah-buahan yang akan dihaturkan” ujar salah satu narasumber.

Kelangkaan buah di desa yang dulunya terkenal sebagai sentra buah ini merupakan salah satu kendala yang harus dihadapi dan diupayakan oleh Desa Nongan jika ingin Rejang Pala ini berkesinambungan dan menjadi bagian dari pranata Desa Adat Nongan.

Rejang Pala punah diperkirakan sejak peristiwa gempa bumi dahsyat ‘gejor Bali’ tahun 1917. Tahun 1984 sempat direkonstruksi oleh Ida Pedanda Gde Jelantik Dangin yang saat itu menjabat sebagai Bendesa Adat Nongan. Rekonstruksi dilakukan sebagai bagian dari pamahayu (renovasi dan upacara) Pura Balang Tamak.

Pura tersebut hampir saja diprelina (dihilangkan statusnya sebagai pura) karena tidak diketahui pengemponnya (penanggung jawabnya), kondisinya dipenuhi semak belukar dan telah digunakan sebagai tempat menjemur jijih (padi). Namun, di areal tersebut terdapat beberapa gegumuk (gundukan) yang merupakan bagian dasar dari palinggih.

Saat itu masyarakat setempat masih menghaturkan canang pada gegumuk yang bersusun lebih tinggi, diyakini sebagai panyungsungan (tempat pemujaan) Jero Gede Balang Tamak. Jika menyimak cerita Pan Balang Tamak versi Desa Nongan, jejak artefak seperti Bale Pegat, Petian, dan mitos yang berkembang di Desa Nongan, dapat disimak keyakinan masyarakat desa bahwa Rejang Pala ini merupakan tetamian atau warisan Pan Balang Tamak.

Bagaimana Rejang Pala ini punah dan upaya pembangkitannya sejak tahun 2017, hingga rekonstruksinya pada tahun 2019 sampai saat ini dapat dilihat pada artikel
1) “Rejang di Pura Balang Tamak, Warisan Budaya Desa Nongan” (https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/segarawidya/article/view/354)
2) “Reka Ulang Koreografi Rejang Pala Setelah 100 Tahun Menghilang, sebuah Rekonstruksi Imajinatif”
(https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/1108)
3) Perancangan Panyacah Awig Rejang Pala dalam Penguatan Ekosistem Tari Rejang Pala”
(https://jayapanguspress.penerbit.org/index.php/ganaya/article/view/1546).