27/07/2024

BPR Lestari Gelar Bali Business Round Table ke-6, Kupas Prospek Indonesia (Bali) Terkini

 BPR Lestari Gelar Bali Business Round Table ke-6, Kupas Prospek Indonesia (Bali) Terkini

Faisal Basri menjadi pembicara pada Bali Business Round Table ke-6 yang diselenggarakan BPR Lestari/BDN

BPR Lestari menyelenggarakan Bali Business Round Table ke-6 dengan tema Prospek  pada Rabu (17/5/2023) di Riverside Convention Center, Denpasar. Ada tiga pembicara yang diundang pada acara tersebut yaitu Pengamat Ekonomi Faisal Basri, Kepala KPw Bank Indonesia Bali Trisno Nugroho, dan Direktur Pengawasan LJK OJK Regional 8 Bali Nusra Ananda R. Mooy yang dimoderatori Chairman Lestari Group Alex P.Chandra.

 

Ananda R. Mooy mengatakan, Dana Pihak Ketiga (DPK) di Bali tumbuh 22,86% (yoy). Dengan demikian orang di Bali masih memiliki uang cash cukup banyak namun belum bisa berinvestasi seperti sebelum pandemi Covid-19. Dengan demikian penyaluran kredit secara yoy hanya 3,46%. “Disinilah gap yang cukup besar antara DPK dan penyaluran kredit,” ujarnya.

Baca Juga :  Jumlah Investor Pasar Modal Tumbuh Double Digit

Sementara Loan to Deposit Ratio (LDR) Bali rendah dibandingkan nasional yaitu 68% sehingga dana masyarakat belum mampu disalurkan di Bali karena ekonomi Bali belum pulih seperti sebelum pandemi Covid-19.

 

Trisno Nugroho menyampaikan, pemulihan ekonomi Bali terus berlanjut. Terlihat dari jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Bali telah mencapai 1,8 juta orang. Dengan demikian BI memproyeksi kedatangan wisman tahun ini mencapai 4,8 juta orang. Selain itu ada 35 maskapai yang terbang langsung ke Bali mendukung pemulihan pariwisata dan ekonomi Bali.

 

Sementara Loan at Risk (LAR) di Bali juga terus menurun seiring dengan menurunnya restrukturisasi kredit. Namun demikian perlu waktu hingga 2024, agar ekonomi Bali kembali tumbuh pada tracknya.

Baca Juga :  Menurun, Keyakinan Konsumen Terhadap Kondisi Ekonomi Bali

Faisal Basri menyampaikan kondisi ekonomi Indonesia tahun ini mengalami banyak tantangan. Diantaranya kondisi politik yang menyeret Menteri – Menteri terlibat dalam perpolitikan, bahkan ikut mencalonkan diri sebagai legislative, Presiden dan Wakil Presiden. Hal itu membuat, tidak adak yang mengurus ekonomi.

 

Sementara kondisi internal di Indonesia terutama pada sektor jasa keuangan masih lemah karena perbankan dapat membeli surat utang negara (SUN) dan mengabaikan penyaluran kredit ke dunia usaha. Akibatnya, dunia usaha yang baru saja pulih dari dampak Pandemi Covid-19, tak mendapat dukungan yang optimal dari perbankan.

 

Belum lagi, instabilitas nilai tukar rupiah akibat sikap Amerika yang ugal – ugalan. Investasi di Indonesia juga melambat karena hanya tumbuh 2%-3% berdasarkan data BPS. Dari 15 lapangan usaha penyumbang PDB, 7 diantaranya mengalami kontraksi. Semua kombinasi tersebut membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sekitar 5%.