HIV/AIDS Terus Meningkat Sejak 1987, Antara Prestasi dan Absennya Pemerintah?
Jika suatu usaha atau perusahaan mampu bertahan hingga puluhan tahun, tentu hal itu merupakan sebuah keberhasilan dan kebanggaan. Namun berbeda kondisinya jika yang bertahan adalah virus penyebab HIV/AIDS.
Sejak virus ini ditemukan pertama tahun 1987, jumlah kasus yang ditemukan hanya 3. Tiga puluh delapan tahun ada di Indonesia, jumlah kasusnya justru terus meningkat menjadi 33.073 berdasarkan data Juli 2025.
Berbeda dengan penanganan Covid-19 yang dilakukan secara masif, serentak dan gerakan bersama, membuat virus ini cepat terkendali walaupun masih ada. Namun tak begitu dengan penanganan dan pengendalian kasus HIV/AIDS di Indonesia. Penanganan dan pengendalian HIV/AIDS masih terganjal stigma dan menghadapi banyak tantangan.


Saat pelatihan jurnalistik dengan tema “Media Tanpa Stigma untuk Ending AIDS 2030” pada Sabtu (11/10/2025) yang digelar Kelompok Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) berkolaborasi dengan AHF, Perwakilan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali dr. Oka Negara memaparkan, di Bali penanganan kasus dengan berbagai program cenderung lebih mudah dan diterima masyarakat sebagai upaya kesehatan, namun di daerah lain menjadi cukup sulit dan kerap dibenturkan dengan idealisme agama.
Meski demikian, stigma kerap membuat orang enggan tes HIV/AIDS, berhenti minum obat, hingga edukasi HIV/AIDS dan penggunaan kondom ditolak. Meski demikian kasus HIV/AIDS di Bali juga mengkhawatirkan. Dari 33.073 kasus, tertinggi terdapat di Denpasar sebanyak 16.945 per Juli 2025, kedua Badung 4.912, ketiga Buleleng 4.068, keempat Gianyar 2.644.
Faktor risiko penularan pun tidak hanya dari berganti- ganti pasangan beda jenis tapi juga sesama jenis, biseksual, jarum suntik, tatto, dan perinatal. KPA selama ini telah melakukan upaya diantaranya dengan mapping (pemetaan), penjangkauan, rujukan ke yankes, pelayanan kesehatan, pendampingan, dan monitoring serta evaluasi.
Sementara pada populasi umum, intervensi yang dilakukan yaitu penguatan kader desa Peduli AIDS dan penguatan kader siswa peduli AIDS dan narkoba (KSPAN) serta KMPA.
Pengendalian kasus HIV/AIDS menghadapi tantangan baru. Tren baru saat ini yaitu peningkatan kasus HIV/AIDS akibat faktor risiko homoseksual atau Lelaki Suka Lelaki (LSL). Pengelola Program HIV Yayasan Kerti Praja (YKP) Dewa Nyoman Suyetna menyampaikan, dari 200 orang yang tes HIV di YKP, 15 orang positif dan 10 diantaranya merupakan LSL.
Jumlah kasusnya tertinggi kedua setelah heteroseksual sebanyak 6.439 per Juli 2025. Sementara faktor risiko heteroseksual akibat gonta-ganti pasangan sebanyak 23.866. Selama ini banyak program telah dilakukan untuk penanganan dan pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan secara berkelanjutan. Program tersebut diantaranya penjangkauan komunitas pekerja seks perempuan (PSP).
Penjangkauan pada PSP didukung oleh Global Fund. Terdapat sekitar 173 hotspot (karaoke, spa, salon dan lokasi PSP mangkal), serta penjangkauan PSP juga dilakukan secara online melalui medsos. Penjangkauan juga dilakukan ke komunitas LSL.
Penjangkauan ini didukung oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Denpasar dengan 5 orang petugas lapangan (PL) LSL. Penjangkauan LSL dilakukan melalui Medsos, aplikasi kencan dan ke hotspot.
Program lainnya yaitu distribusi kondom yang salah satunya bekerjasama dengan AHF. Distribusi kondom diberikan bagi klien yang datang ke layanan, di lapangan, dan kondom bergulir di tempat-tempat hotspot. Distribusi kondom cukup dilematis karena beberapa kelompok tertentu menganggap pembagian kondom sebagai upaya melegalkan hubungan seksual.
Kesulitan mendapatkan supply kondom dari pemerintah menjadi tantangan tersendiri bagi pengendalian HIV/AIDS. BKKBN, lembaga pemerintah pun dikatakan selektif membagikan kondom hanya untuk mencegah atau mengatur kehamilan, tidak untuk mencegah penularan HIV/AIDS.
Selain itu, ketersediaan obat ARV yang seharusnya dijamin Kementerian Kesehatan, pun tak mulus. “Kadang seminggu tak ada ARV, reagen untuk tes HIV/AIDS juga kadang tidak tersedia,” ungkapnya. Namun beruntung ada AIDS Healthcare Foundation (AHF), yayasan yang bergerak dalam pengendalian HIV/AIDS mendukung program-program YKP. Diantaranya pencegahan, pengobatan, pendampingan dan advokasi.
Program YKP lainnya yaitu Mobile VCT dan rujukan untuk menemukan pasien HIV positif. Selain itu PL melakukan kegiatan rujukan dan mobile VCT bagi kelompok PSP dan PL juga melakukan kegiatan rujukan bagi kelompok LSL. Program tersebut dapat berjalan berkat dukungan berbagai organisasi termasuk foundationd dan NGO.
Gambaran situasi pengendalian HIV/AIDS ini hendaknya dapat memantik rasa keprihatinan semua pihak termasuk pemerintah dan pejabat agar menjadikan penanganan HIV/AIDS sebagai prioritas untuk segera diselesaikan.