Tidak Tepat, Perkuat Sektor UMKM dengan Holding Ultra Mikro
Jakarta – Kisruh holding BRI dan Pegadaian serta PNM semakin menguat dengan adanya statemen Ekonom Faisal Basri bahwa holding yang akan dilakukan bertujuan agar BRI masuk dalam jajaran fortune Global 500.
Menurutnya, tidak tepat jika holding ultra mikro dilakukan jika alasannya untuk memperkuat UMKM dan kesejahteraan rakyat. Seharusnya pemerintah melakukan konsolidasi di sektor keuangan dengan memperkuat sektor perbankan.
“Namun justru kenyataannya pemerintah sendiri terkesan enggan melakukan konsolidasi bank-bank miliknya,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (3/3).
Faisal menilai holdingisasi akan lebih cocok mengarah pada klaster keuangan bukan klaster UMKM. Jika ingin membesarkan UMKM, lanjut dia, bukan dengan cara holding, tapi yang paling penting adalah apa bentuk yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk menggabung ketiganya.
Faisal menilai pemerintah telah gagal mengonsolidasikan perbankan. Sebab sejauh ini perbankan hanya mampu menyalurkan kredit tidak sampai 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih kecil dibanding dengan negara-negara lain di Asia.
Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini mengungkapkan, tanpa adanya akuisisi, Pegadaian pun bisa bersinergi dengan BUMN lainnya. Sebab jika proses merger ini terjadi, maka akan berdampak terhadap pegawai Pegadaian yang cenderung menjadi ‘anak tiri’.
“Karena perusahaan besarlah yang akan memegang kendali. Aksi ini juga tidak serta merta bisa menyehatkan BUMN. Akuisisi ini juga akan berdampak pada akses layanan kepada nasabah, khususnya Pegadaian,” ungkapnya.
Selain itu, jika Pegadaian menerbitkan obligasi atau surat utang ratingnya Triple AAA, artinya obligasi milik Pegadaian lebih murah dari pada pinjaman BRI. Jika ratingnya bagus, barangkali bisa dapat 5%.
“Bahkan jika Pegadaian go global bonds, ini bisa menunjukan bahwa Pegadaian tidak punya masalah modal kerja,” kata Faisal.tta